Ada berbagai cara bagaimana manusia memberikan makna bagi hidupnya. Bagi yang beriman pada Tuhan dan kehidupan akhirat, tentunya imannya akan memacunya untuk berprestasi dalam melayani Tuhannya yang antara lain berupa pelayanan dengan menolong hamba-hamba-Nya. Di dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa seseorang yang beriman pada ALLAH dan dilanjutkan dengan berbuat baik kepada sesamanya, yang demikian itu sesungguhnya ia berbuat baik terhadap dirinya sendiri. Dari sekian banyak perintah berbuat baik di mata Tuhan, pada praktiknya adalah juga kebaikan langsung menurut ukuran akal sehat.
Merenungkan makna kematian tidak berarti lalu membuat kita pasif, sebaliknya justru lebih serius dalam menjalani hidup, mengingat fasilitas umur yang teramat pendek. Ibarat orang lari, maka ia akan berpacu karena adanya batas waktu dan garis finish. Barangkali saja banyak orang yang merasa dirinya memenangkan hidup, ketika mereka berhasil memerdayai hukum, merampok uang rakyat dengan berbagai kedok dan kekuasaan politik, padahal yang sesungguhnya terjadi, mereka tanpa sadar tengah memperdalam liang kenistaan bagi dirinya sendiri. Kata Immanuel Kant, ada dua hal yang mengisi pikiran kita dengan kekaguman dan kemasygulan yang selalu bertambah besar, jika kita sering memikirkannya, yaitu langit yang penuh bintang dan hokum moral di dalam nurani
Bintang di langit memberikan gairah dan cahaya pada intelek untuk merenungkan kebesaran dan keindahan alam raya, sedangkan hati nurani memberikan cahaya untuk menjalani hidup yang bermoral, yang membedakan manusia dengan dari dunia binatang.
Kalau saja kehidupan ini didominasi oleh naluri hewani tanpa mengenal mahkamah Ilahi, maka betapa absurd dan konyolnya drama kehidupan manusia ini.
Taken from Psikologi Kematian – Prof. Komaruddin Hidayat
subhanallah..keterkaitan 2 hal tersebut semakin membenarkan kalau kematian bukan sekedar akhir dari kehidupan, tapi juga awal dari sebuah kehidupan yang abadi..
kutipan ini mengingatkan saya pada pandangan kaum liberalisme yang menyatakan bahwa “people are naturally kind” mungkin itu bisa dihubungkan dengan “cahaya yang ada di hati setiap manusia”.Tidak ada manusia yang dilahirkan untuk menjadi orang jahat , atau bahkan berkehendak menjadi orang yang dzalim
Namun yang membuat saya bingung adalah kaum liberalisme ini pula yang mengenalkan praktek perdagangan bebas, demokrasi , kapitalisme yang malah membuat manusia menjadi sosok yang individualis dan bahkan menyengsarakan manusia lain untuk mencapai “profit” atau keuntungan mereka sendiri.
Sungguh membingungkan, dari paham kaum yang sama malah begitu kontradiktif.
Adakah memang begitulah cerminan dualisme hati manusia itu merupakan ujian keteguhan dan keikhlasan dalam hidupnya untuk terus menjaga terangnya nyala “cahaya hati?”
#Nana
“Tuhan telah mengilhamkan sukma keburukan dan kebaikan, beruntunglah siapa yang mensucikannya dan merugilah siapa yang mengotorinya” – AsySyams : 7-10
menurut kutipan di atas, Tuhan memang telah mengilhamkan sukma keburukan pada manusia, tinggal bagaimana dia menyikapinya, entah mau di’pergunakan’ entah mau dibersihkan..
good blog
mampir di blogku ya….
wah bagus tuh…..lanjutkan!
mau nangis aku mbacanya jadi ingin beriman lebih banyak sama Allah
apakah kalau sudah merenungkan alam raya bisa deket kpd Zat Yang Maha Suci tanpa wasilah?
subhanallah, ijin copas gambar yach…:)
Mantab sekali posting article sekaligus dakwah…, sellalu di ridhoi Allah, terima kasih pencerahannya gan.